Ada sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, namun yang telah mendaftarkan Kekayaan Intelektual (merek, desain industri, rahasia dagang dan lainnya) kurang dari 10 persen. Hal ini menyebabkan UMKM kesulitan mengekspansi pasar luar negeri.
“Karena tidak ada marketplace khusus yang bisa membantu UMKM sehingga banyak produk hasil handicraft yang model dan desainnya dicontek oleh negara lain,” kata Fajar saat Sosialisasi Generasi Muda Melek Kekayaan Intelektual di Era Digital di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau, Selasa (18/10/2022).
Kegiatan ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa, dosen, beserta staff universitas. Fajar Lase mencontohkan sengketa antara Samsung dengan Apple. Sengketa ini terjadi karena teknologi apple diambil tanpa izin oleh Samsung.
“Perseteruan antara keduanya dimulai pada 2011 saat Apple menuduh Samsung melanggar hak paten karena meniru desain iPhone dan fitur perangkat lunak untuk ponsel. Oleh Mahkamah Agung, Samsung akhirnya diminta membayar denda. Inilah kenapa pentingnya mendaftarkan kekayaan intelektual tadi,” jelasnya.
Dia juga menyinggung mahasiswa yang sering mengutip karya orang lain untuk dimuat ke dalam skripsi atau makalah, namun mahasiswa lupa menyebutkan sumber.
“Kewajiban moral mahasiswa setiap mengutip karya orang lain, kita wajib menyebutkan untuk mengutip dengan cara catatan kaki dan memasukan ke daftar pustaka,” pungkasnya.
Hal ini, lanjut pria kelahiran Kab. Asahan Provinsi Sumatera Utara ini, menunjukkan bahwa dunia universitas sebetulnya telah menerapkan perlindungan kekayaan intelektual.
“Saat melakukan tugas, mahasiswa tidak diperbolehkan untuk mencatut hasil karya pemikiran orang lain. Setiap akan menuliskan esai atau skripsi, setiap mahasiswa tidak diperbolehkan melakukan plagiasi. Plagiasi ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual,” tegasnya.
Dia juga menyampaikan hasil dari riset Nielsen yang mengategorikan 1 dari 3 orang di dunia saat ini adalah Generasi Z, yaitu generasi yang lahir diantara tahun 1996-2010. Dengan besarnya jumlah Generasi Z ini, pilihan karir juga sudah tidak terbatas dengan pekerjaan konvensional yang biasa dilakoni oleh generasi-generasi sebelumnya.
Contohnya, lanjutnya, pekerjaan sebagai Content Creator saat ini merupakan pekerjaan lumrah yang banyak digeluti oleh generasi muda. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang kerja generasi Z banyak berkutat di ranah digital yang memerlukan banyak ide kreatif.
“Peluang kerja akan lebih terbuka di ranah ekonomi kreatif, hal ini menjadi kekuatan ekonomi baru karena dihasilkan dari ide gagasan sesuai dengan kemampuan nalar manusia. Nah, ide dan gagasan kreatif ini yang harus dilindungi, agar tidak dicuri atau dicontek oleh pihak lain,” sebutnya lagi.
Dalam kesempatan itu juga, Fajar Lase pun melakukan games interaktif, dimana para mahasiswa diminta untuk bisa mengidentifikasikan jenis kekayaan intelektual dalam sebuah produk. Bagi yang bisa menjawab, para mahasiswa diberi coklat.
Dari hasil kuis tersebut, ternyata banyak mahasiswa yang sudah memahami kategori kekayaan intelektual, apa itu merek, paten, desain industri, rahasia dagang dan lainnya.
Sementara itu, Dekan FEB Universitas Riau Prof. Dr. H. Sri Indarti, S.E., M.Si mengapresiasi Fajar Lase dalam memberikan sosialisasi kekayaan intelektual kepada mahasiswa.
“Para mahasiswa adalah agen perubahan yang bisa meneruskan pesan yang disampaikan oleh Pak Fajar. Kegiatan ini diharapkan bisa dilakukan secara berkesinambungan, sehingga tidak hanya terbatas diberikan kepada FEB saja, tapi juga bagi mahasiswa dan fakultas lain dari Universitas Riau,” harapnya.