Program Asimilasi 38 ribuan napi oleh Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna H. Laoly menuai kontra. Program tersebut dianggap mampu meningkatkan angka kriminalitas. Tidak sedikit masyarakat menganggap program itu merupakan upaya pembebassan terhadap para napi tanah air di masa pandemi COVID-19.
Perlu diketahui, bahwa program tersebut dilakukan melalui sejumlah persyaratan ketat. Setidaknya napi yang dapat dibebaskan harus terlebih dahulu melewati 2/3 masa tahanan (dewasa), dan 1/2 masa tahanann (anak) terhitung 30 Desember 2020. Dengan pemajuan waktu pembebasan per April 2020.
Artinya bilapun 38.000 an napi tsb tidak dibebaskan dgn Asimilasi pd April 2020, mereka akan otomatis mendapat Asimilasi diantara bln April – Desember 2020.
Karena Lapas Rutan over kapasitas dihuni 270.000 orang padahal kapasitas hanya 130.000. Pandemi Covid rentan tertular karena mereka tidak bisa jaga jarak di sel.
Ada yang mengatakan mereka lebih baik di dalam sel tidak kena Covid. Hampir benar, mamun ada petugas yg tinggal diluar yg setiap hari mengawasi mereka, ada Bahan Makanan yg diantar setiap hari oleh penyedia ; apakah petugas dan penyedia tsb dijamin tidak carier pembawa virus?
Pertimbangan kemanusian yang mendasari Menkumham memajukan Asimilasi mereka sehingga bebas awal April 2020.
Apakah benar semua kriminalitas dilakukan oleh 38.000 an napi yang dibebaskan Menkumham?
Saya kira kriminalitas di masa covid tidak hanya krn 38.00 napi yg asimilasi tsb.
Apakah dampak dari PSBB yg mengharuskan semua usaha yg dikecualikan ditutup tidak menyumbang kriminalitas? Ada banyak pekerja lepas yg tidak bekerja krn Covid, pekerja honorer dirumahkan dan tidak digaji, buruh pabrik dirumahkan mungkin jg tdk digaji atau hanyacdibayar 50%.
Catatan pemerintah ada 15% penduduk dlm kategori harus dibantu plus hampir 40% penduduk klas menengah yg tiba tiba kehilangan pekerjaan karena dampak Covid (PSBB).
Mereka yg kehilangan pekerjaan tsb juga manusia yg mungkin saja khilaf, berpikir instan utk melakukan kriminal utk makan? utk anak istri di rumah? utk bayar cicilan, uang sekolah, dll. Mungkin saja.
Data ada kl 42 orang napi yang mengikuti asimilasi program Menkumham yg kembali melakukan kriminal dan ditahan. Probabilitas jlh 42/38.000 tsb kurang lebih 0.2% artinya ada 99.8% dari 38.000 napi yg bertobat, insaf, tdk mengulangi kesalahan, kembali ke masyarakat dan berbuat baik.
Apakah elok kita salahkan napi 99.8% tsb men stigma mereka sama dgn yg 42 orang (0.2%)? Tuhan kita Maha Kasih dan mengampuni dosa, apakah kita tidak?
Apakah elok kita memberi stigma negatif kpd Menkumham yg karena pertimbangkan kemanusiaan memajukan asimilasi 38.000 napi namun karena perilaku 42 orang dari 38.000 orang napi tsb?
Tidak ada program yg sempurna 100%,
Mari kita doakan pemerintah agar kebijakan pemerintah didasari hikmat bijaksana. Puji Tuhan
Salam Hormat
Fajar Lase